Solusi Keluarga Berencana bagi Pria
Pernahkah anda terjebak di kemacetan lalu-lintas selama berjam-jam akibat kepadatan pengguna jalan? Atau bagaimana dengan tingkat pengangguran yang tinggi di masyarakat yang tidak sebanding dengan lapangan pekerjaan yang ada. Atau berbagai permasalahan sosial lain yang timbul akibat kepadatan penduduk yang tidak terkendali, selalu menjadi bahan perbincangan baik kalangan akademisi, praktisi maupun politisi.
Bukan hal yang baru bahwa ledakan pertumbuhan penduduk di suatu negara akan menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan sosial ekonomi dan budaya bagi negara tersebut. Saat ini, Indonesia menempati urutan ke-4 negara dengan populasi terbesar di dunia dengan jumlah penduduk sekitar 230 juta orang. China, India dan Amerika Serikat masih menjadi juara dunia dengan masing masing jumlah penduduk sebesar 1,3 Milyar; 1,15 Milyar dan 305 juta orang. Tentunya, tren ini akan terus meningkat dengan semakin pesatnya perkembangan teknologi, kesehatan dan kesejahteraan.
Para ahli dari berbagai institusi bekerja keras demi memecahkan permasalahan tingginya angka pertumbuhan penduduk tersebut. Solusi Keluarga Berencana (KB) yang sudah diimplementasikan di negara ini lebih dua dekade lalu sepertinya tidak mampu membendung pesatnya laju pertumbuhan penduduk. Salah satu faktor penyebab adalah tidak komprehensifnya pelaksanaan program KB bagi seluruh masyarakat Indonesia. Kaum wanita selalu menjadi obyek bagi implementasi program ini. Jika wanita sudah melakukan KB, maka tidak perlu bagi pihak pria. Ini anggapan yang berlaku selama ini. Kenyataannya, penggunaan metode KB non permanen pada wanita kadang kala menimbulkan masalah. Banyak kasus kehamilan yang kembali terjadi di luar perencanaan apabila alat KB tersebut tidak digunakan kembali. Bagi kaum pria, mengikuti program KB menjadi satu hal yang berat. Pilihan bahwa mereka harus menjalani operasi terhadap saluran reproduksi tentu menjadi pertimbangan tersendiri. Pilihan metode berKB yang terbatas menyebabkan rendahnya kontribusi kaum pria pada program ini.
Kabar baik akhirnya berhembus. Melalui serangkaian penelitian panjang lebih dari dua dekade, akhirnya sebuah tim dari Universitas Airlangga berhasil menemukan pil yang dapat menurunkan kualitas sperma. Hasil uji klinis menunjukkan efektifitas pil KB tersebut yang disertai keterangan bahwa libido pria tidak akan terganggu bahkan dapat meningkat. Hingga tulisan ini dibuat, pil KB tersebut sudah dalam proses produksi untuk keperluan dalam negeri dan akhirnya juga akan diekspor. Pil ini bersumber dari bahan alami, tepatnya ekstrak daun gandarussa. Penelitian serupa sebetulnya telah banyak dikembangkan dengan mengeksplorasi berbagai potensi tumbuhan obat di dunia. Sayangnya, tidak semua kandidat pil kontrasepsi tersebut memberikan hasil yang menggembirakan. Beberapa jenis tumbuhan obat diketahui menurunkan kesuburan pria dengan cara menurunkan kualitas sperma, namun bersifat permanen. Hal ini sempat ditemukan oleh para ilmuwan pada tumbuhan kapas (Gossypium sp.) Tumbuhan lain juga potensial sebagai kandidat kontrasepsi pria dengan cara menghambat kerja hormon penghasil sel reproduksi, namun efek sampingnya adalah libido ikut menurun. Sebuah laporan menunjukkan berbagai komponen aktif pada tumbuhan obat dapat menghambat kesuburan pria, namun aspek keamanannya terhadap organ lain masih tanda tanya. Ini menunjukkan bahwa potensi tumbuhan obat khususnya di nusantara masih sangat luas untuk dieksplorasi.
Penulis sendiri pernah melakukan uji coba tanaman pegagan (Centella asiatica L.) yang diketahui memiliki efek antikesuburan dan antispermatogenik pada tikus jantan. Hasil uji efektivitas kontraseptif tumbuhan tersebut diketahui tidak mendatangkan efek samping bagi kesehatan organ reproduksi dan kesehatan organ hati maupun ginjal. Efek kerja tumbuhan tersebut juga bersifat reversible, artinya, kesuburan akan kembali semula manakala intake tumbuhan tersebut dihentikan. Pengujian secara lebih terperinci juga dilakukan hingga ke tingkat molekuler dengan cara mendeteksi protein penanda kesuburan pada sperma (kajian proteomik). Hasilnya, beberapa jenis protein yang berperan penting bagi kualitas sperma diketahui menurun. Ini merupakan kabar baik bagi penelitian lanjutan untuk mencari kandidat agen kontraseptif pada pria, bahwa tumbuhan yang memiliki efek kontraseptif bekerja pada peringkat molekuler dengan mekanisme yang unik.
Akhirnya, kita menyadari bahwa berbagai tumbuhan obat di nusantara memiliki potensi yang besar untuk diajukan sebagai kandidat agen kontrasepsi bagi pria. Semakin banyaknya penelitian yang dilakukan dalam hal ini semoga semakin membuka jalan bagi alternatif berKB yang aman dan efektif bagi pria. Dengan demikian, pilihan untuk melakukan KB tidak hanya menjadi monopoli wanita saja, bukan?