Fenomena Badai Matahari 2012
Terjadinya fenomena alam ini cukup meresahkan beberapa kalangan. Badai dikhawatirkan akan membahayakan kehidupan bumi dan berpengaruh langsung terhadap tubuh/ kesehatan manusia. Namun oleh otoritas yang berwenang, hal tersebut dinyatakan sebagai hal yang tidak benar. Paparan partikel proton ini tidak serta-merta berdampak bagi Bumi karena adanya lapisan magnetosfer yang menahan partikel tersebut. Radiasi dari badai Matahari juga diserap lapisan ozone. Juga tidak benar ada efek radiasi membahayakan ketika berkomunikasi menggunakan telepon seluler saat badai matahari terjadi.
Berdasarkan Waktu Indonesia Barat (WIB) badai matahari terpantau Senin (23/1/2012) pukul 10.50 WIB dan pengaruhnya sampai ke Bumi pada Selasa (24/1/2012) pada pukul 21.31 WIB. Badai ini merupakan yang terbesar dalam 7 tahun terakhir, atau sejak tahun 2005. Hingga 2013 mendatang, frekuensi terjadinya badai Matahari akan meningkat akibat aktivitas Matahari periodik setiap 11 tahun sekali yang memuncak. Tercatat badai matahari pernah tahun 1989 dan 2000 telah menimbulkan dampak bagi sistem kelistrikan di negara-negara di lintang tinggi dan dekat kutub, antara lain Kanada.
Badai yang terjadi saat ini masuk dalam skala M 8-9. Sinar-X yang terpancar dari letupan tersebut terekam pada satelit Geostationary Operational Environmental Satellite dengan pancaran sinar-X mencapai kisaran 10-5 hingga 10–4 watt per meter persegi. Kategori ini merupakan skala menengah tinggi, kategori ekstrim apabila pancaran berkisar pada skala 10 – 4 hingga 10 – 3 watt per meter persegi. Badai matahari proses terjadinya diawali dengan munculnya flare, yang oleh teropong di bumi tampak sebagai bintik hitam di permukaan Matahari. Flare kemudian akan meningkat menjadi letupan terang. Flare yang berakibat badai saat ini pertama terpantau Mei 2005.
Letupan flare diikuti lontaran massa dari korona Matahari. Materi yang menonjol adalah proton. Kecepatan melesat proton terpantau mencapai 1.400 kilometer per detik mengarah ke bumi. Korona terdeteksi oleh wahana pemantau Matahari SOHO pada posisi antara Bumi dan Matahari berjarak 1.500.000 km dari Bumi (4 kali jarak Bumi-Bulan).
Badai Matahari ini akan mempengaruhi lapisan ionosfer. Lapisan yang berperan dalam memantulkan gelombang pendek pada komunikasi radio. Komunikasi radio frekuensi HF akan terganggu, termasuk siaran radio luar negeri, seperti BBC, VOA, dan ABC. Navigasi berbasis satelit, seperti GPS, juga dapat terganggu akurasinya. Bila gangguan tidak dapat diatasi oleh operator satelit, ada kemungkinan akan mengganggu telekomunikasi penggunaan telepon seluler, siaran TV, dan komunikasi data perbankan. Jalur penerbangan jarak jauh dari Amerika Serikat ke Asia dan sebaliknya yang melintasi kutub Utara, dialihkan untuk mengantisipasi serbuan partikel proton tersebut.
Dampak badai Matahari di bumi bergantung pada kelas dan arahnya. Badai akan sangat berpengaruh apabila masuk dalam kelas Medium atau Ekstrim dan mengarah ke Bumi. Dicontohkan olehThomas Jamaludin, Deputi Bidang Sains, Pengkajian, dan Informasi Kedirgantaraan, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), badai Matahari pada bulan Oktober dan November 2003. Walaupun badai matahari pada bulan November lebih besar, namun karena tidak mengarah ke Bumi maka tidak ada gangguan apapun.
Menurut Clara Yono Yatini, Kepala Pusat Sains Antariksa Lapan, badai Matahari telah mempengaruhi komunikasi radio antarstasiun milik Lapan hingga terjadi blackout. Namun dari pantauan kondisi geomagnet di Indonesia di tujuh stasiun Lapan, yaitu di Kototabang, Sumatera Barat; Tanjungsari, Jawa Barat; Pontianak, Kalimantan Barat; Biak, Papua; Manado, Sulawesi Utara; Parepare, Sulawesi Selatan; dan Kupang, Nusa Tenggara Timur; badai matahari bagi Indonesiai tidak memberi pengaruh berarti.
Dampak badai matahari terhadap kondisi cuaca paling hebat dan diketahui saat ini adalah pada musim dingin ekstrem. Musim dingin ekstrim yang terjadi di Eropa pada abad 18 di mana sungai-sungai membeku. Sedangkan dampak badai matahari di wilayah ekuator masih perlu diteliti lagi. Cuaca dan iklim di wilayah ekuator dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga perubahannya tidak langsung bisa dikaitkan dengan badai matahari. Badai matahari bisa mempengaruhi pembentukan awan yang intens, namun bukan satu-satunya. Di Indonesia, pengaruh aktivitas Pasifik dan Hindia lebih besar daripada aktivitas matahari. Dampak banjir yang dikhawatirkan saat ini justru adanya dua bibit siklon tropis yang tumbuh di Samudra Hindia. Pada saat ini keduanya dalam proses menghimpun energi dengan menarik massa uap air dari berbagai daerah. Kedua bibit siklon tersebut berada di selatan Nusa Tenggara Barat dan Teluk Carpentaria, Australia. Keberadaan siklon tropis tersebut bisa berdampak langsung bagi cuaca di NTT dan sekitarnya. Ekor badai dikhawatirkan memberi dampak hujan ekstrim di beberapa wilayah di Indonesia. (aan)